Jumat, 18 Oktober 2013

Belajar Dari Hal Kecil


Syahdan, seorang guru ingin mengajarkan dua muridnya tentang Hakikat dosa. Diperintahkanlah kedua muridnya untuk mengambil batu. Satu diperintahkan untuk mengambil batu besar berukuran 1 kg. yang satu lagi disuruh mengambil batu kerikil yang juga berukuran 1kg.  setelah selesai mencari batu yang diperintahkan sang guru, kedua murid tersebut menghadap dengan membawa batu sebagai mana perintah sang guru.
Sang guru kemudian bertanya kepada pembawa batu besar, jika aku memerintahkan kepadamu untuk mengembalikan batu tersebut ketempat semula ingatkah kau tempatnya? Si pembawa batu besar menjawab, tentu aku ingat persis tempat dimana aku mengambilnya. Lalu kemudia sang guru bertanya kepada sipembawa batu kerikil kecil, jika aku memerintahkan kepadamu untuk mengembalikan batu tersebut ketempat semula ingatkah kau tempatnya? Si pembawa batu merunduk diam sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tanda tak bisa.
Setali tiga uang, terkisah bahwa ada sepasang monyet sedang memanjat pohon, tiba-tiba pohon tersebut diterjang oleh angin topan, sang monyet semakin erat berpegangan tangan. Merekapun selamat dari goncangan sang topan.  Beberapa sa’at kemudian datang lagi badai tornado, si monyet makin erat berpegangan, hingga merekapun selamat dan tidak terjatuh untuk kedua kalinya.
Akhirnya datanglah angin sepoi-sepoi, menyanyi-nyanyi di atas ubun-ubun simonyet. Simonyet terlena hingga akhirnya tertidur dan buggg… si monyet terjatuh.
Sahabatku; apa yang dapat kita ambil dari cerita dan ilustrasi di atas? Ya. Menghargai hal kecil,. kita kadang sering terlupa dengan hal kecil, kita sering menyepelekn hal kecil. Seperti cerita di atas, bahwa jika melakukan dosa kecil namun berkesinambungan, jumlah dosa kita lambat laun menumpuk, bahkan sama berat dengan dosa besar. Karena meremehkan dosa kecil kita cendrung lupa untuk bertobat. Astaghfirullah.
Sahabat, sebenarnya dua cerita diatas hadir di fikiran saya ketika saya dibangunkan oleh teman untuk melaksanakan shalat Ashar. Sebelum itu, 20 menit sebelum ashar, saya memutuskan untuk tidur, mendinginkan kepala yang sudah terasa panas dan berat. Belum rasa panas dikepala dan kantuk yang mulai menyerang hilang, eh. Panggilan Ashar sudah terdengar, saya memutuskan untuk lanjut rebahan, karena memang kepala saya terasa begitu pusing. Tiba-tiba datanglah teman saya seraya membangunkan saya menggunakan kakinya. Hey Fahmi, bangun! sudah Ashar, begitu katanya.
Saya yang sudah pusing ditambah pusing lagi dengan serangan kantuk.  Entah setan apa yang menyerang hati saya, saya merasa jengkel dibangunkan. Bukan karena niat baiknya untuk membangukan saya, tapi caranya membangunkan menggunakan kakilah yang membuat saya jengkel. Dalam fikiran saya saat itu, kalau mau membangunkan ya merunduk dikit lah sambil dicolek pakai tangan, kan lebih sopan. karena saat itu saya tidur di lantai agar mengurangi rasa panas di siang hari, Mungkin fikirnya lebih simple jika menggunakan kaki. Tapi pusing kepala dan suasana hatiku saat itu membuatku tak terima, Padahal itu hal kecil.
Saya Akhirnya bangun, dan tetap kemesjid untuk berjama’ah meskipun ketinggalan 3 raka’at. Tapi disaat shalat, fikiran tentang membangunkan dengan kaki tadi selalu muncul. Astaghfirullah. Semoga ini menjadi pelajaran berharga, menghargai sesuatu sekecil apapun selama tu bermanfaat. belajar dari hal kecil, berdakwah dengan sebaik cara.

~”Tak selamanya kita menggunakan paku, kadang kita memerlukan jarum. Bukan besar kecilnya pekerjaan kita. Tapi sesuai kebutuhan.”~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar