Di jendela yang menjadi tempat nongkrong
favoritku, tempat untuk mengintip bintang yang malu-malu, tempat untuk melihat
angkuhnya pameran langit Kairo, atau sekedar tempat untuk merayakan sepi dengan
secangkir kopi. Belakangan, dari tempat ini bintang tak tampak lagi, langit
hanya gelap dan aku hanya terdiam senyap.
Ada yang kurang. Seperti ada potongan cerita
yang hilang. Atau terhapus. Kondisi sekitar menyiratkan bahwa harusnya tidak
berakhir begini. Tapi, inilah yang terjadi. Harus ada yang terluka, biarlah itu
aku sendiri.
Belakangan, aku tahu nama luka itu.
Orang-orang menyebutnya rindu. Bila kata Elly Risma narkotika dapat berusak
tiga bagian otak. Fornografi bisa merusak lima bagian otak. Maka rindu padamu
merusak semuanya, bukan cuma otak.
Katamu rindu itu penyakit, maka sekarang aku
terjangkit. Tapi kamu tak perlu repot untuk mencari obatnya. sebab aku tak mau
sembuh.
Kini aku dan kamu sama-sama sadar, bahwa
rindu adalah anugrah yang besar. Kita tak perlu bayar untuk merindu. Tak perlu
uang, juga tak perlu berlian. Kita hanya perlu membangun lilin kepercayaan,
menopangnya dengan sedikit keteguhan, dan menyalakannya dengan api semangat.
Menjaganya dengan cinta agar rindu tetap hidup. Tak akan redup. Hingga mata
benar-benar terkatup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar