Terimakasih kuhaturkan kepada suhu panas Kairo yang membuatku
sulit untuk tertidur, juga tak lupa, terimakasihku kepada kepinding yang sukses
membangunkanku satu jam setengah kemudian. Kalian berdua seakan berteriak, “hei
ini bulan ramadhan, tak pantas tidur banyak-banyak.” “hei kamu itu di sini
untuk menuntut ilmu atau untuk tidur sih?”
Aduhai, kata-katamu sungguh menggores hatiku. Aku yang tak
tahu diri, aku yang banyak malasnya, aku yang menjalani hidup semaunya. Aku
lupa bahwa di seberang samudera sana, ada sosok sederhana yang entah bagaimana
caranya selalu memastikan hidupku terjamin disini.
Aku lalai bahwa di pulau Kalimantan sana ada sosok bidadari
yang tak henti-hentinya berdoa untuk kebaikan anaknya. Aku lalai bahwa kalian
berdua, mama dan abah, selalu harap-harap cemas untuk kemajuan studiku.
Aku lupa bahwa mungkin demi kuliahku, banyak airmata yang
harus dikorbankan. Banyak darah yang harus diteteskan. Banyak keringat yang
harus dikuras bercucuran. Banyak tabungan yang harus di pecahkan, bahkan, jika
tak cukup lagi kalian sanggup berhutang. Demi kuliahku.
Sedang aku di sini, tidak seperti yang kalian duga, tidak
seperti yang kalian harap. Tapi, aku berjanji tidak akan membuat kalian kecewa.
Aku akan meyakinkan kalian bahwa kalian tidak salah pilih mendukung keinginanku
untuk belajar di sini. Mak, Bah, suatu saat, aku ingin mengajak kalian ke sini,
tentunya dari hasil jerih payahku.
Setidaknya, perjuangan kalian sudah dicatat sebagai kebaikan.
Kalian tahu, Bah, Ma? Bahwa tanda-tanda diterimanya kebaikan adalah
kebaikan-kebaikan yang datang berikutnya. Maka percayalah, tidak ada yang
sia-sia, kebaikan kalian pasti akan menuntun ke surga. Sebagai pembela di hari
tiada guna anak dan harta.
Oh ya, maaf, ramadhan ini aku belum bisa pulang. Tapi aku
selalu ingat nashihat kalian, bahwa bukan jarak yang memisahkan dua jiwa, tapi
doa yang tak saling terlantun. Aku percaya, setiap malam kalian mendoakanku. Bahkan
setiap nafas kalian sebenarnya adalah bahasa lain dari doa. Aku percaya.
Terimakasih untuk segala. Mama & Abah, Aku mencintai
kalian, sungguh. Itu sebabnya aku tak ingin kalian kecewa. Aku akan belajar
sungguh-sungguh, seperti kalian yang bersungguh-sungguh untuk menafkahiku,
meskipun aku sudah dewasa.