Gadis itu cantik. Berkulit putih.
Berwajah manis. Bola matanya biru. Alis mata yang hampir membentuk huruf U
terlukis indah disekitar matanya. Sesekali senyum lesung pipitnya membuat
terkesima siapa saja yang berpapasan dengannya. Senyum yang laksana seiris
surga itu juga umpama purnama dimalam minggu. Indah, indah sekali. Tubuhnya
yang tinggi semampai, Cocok sekali menjadi gadis sampul atau sebagainya.
Gadis itu begitu mulia. Tutur
katanya yang menyejukkan. Sopan santunnya yang menentramkan. Cara
berpakaiannya, memakai jilbab dan khimar,
sebaik-baik keindahan. Perempuan
yang melihatnya, pasti ingin menirunya. Lelaki yang melihatnya, pasti bergetar
hatinya. Termasuk aku. Aku sangat kagum dengan gadis itu. Dia sangat memesona
dengan kesederhanaannya.
***
Gadis yang suka mengenakan
kerudung hijau dan biru itu sangat PEDE dengan jati dirinya. Sangat sederhana
dalam kesehariannya. Semangat dalam menggapai citanya. Sabar dalam
rintangannya.
“Dari segerombolan semut kita belajar arti
perjuangan” tulisnya di status facebook yang nama akunnya begitu indah.
Sifatnya, adalah perwujudan dari makna namanya; Dhiya ‘Afifah. “Cahaya yang
menjaga kesucian dirinya”.
“Dari sebuah kepompong” lanjutnya
lagi dengan tenang “Kita belajar arti kesabaran”. “dari sebatang pohon”
tulisnya lagi dengan lembut “ kita belajar untuk memberi”.
“dari sebatang kaktus"
tulisnya dengan penuh ketulusan “Kita belajar
untuk menjaga diri”. “Subhanallah… begitu menenangkan. Luar biasa gadis
ini” gumamku dalam hati. Sejak itu, makna ‘gadis’ telah berubah dalam
fikiranku. Tak sembarang perempuan yang mampu menyandang gelar ‘gadis’. “gadis”
adalah, mereka yang menjaga diri dan hatinya dengan penuh perjuangan meskipun
haruus dillui kesabaran”.
“dari sebutir padi” lanjutnya
mengakhiri bait-bait indah nan penuh makna, “kita belajar rendah hati.
***
Aku memejamkan mata, tak mampu
rasanya terus menatap kata-kata yang penuh makna itu. Biarlah hati yang
merabanya, biarkan hati yang menyelaminya; indah, menenangkan. Sejuk,
menentramkan. Damai, menguatkan.
“Seseorang” tulisku membalas
statusnya di kesempatan lain “hanya mampu memberi yang mereka punya. Dan gadis
itu, hanya memiliki keindahan akhlak dan keagungan budi pekerti, Itulah yang
dapat ia beri”.
***
Dari gadis itu, aku banyak
belajar arti kehidupan, kesederhanaan, perjuangan, bahkan menjaga diri dan
hati. Memang, kadang aku tersinggung ketika membaca tulisan-tulisannya. Begitu
mengena menashihati diri yang terombang-ambing dengan dunia. Tulisan-tulisannya
adalah nafas bagi kehidupan; sejuk, damai penuh makna.
Dari
gadis itu pula, aku tahu bahwa menjaga hati itu berat, diserang dari berbagai
arah. Dihujani dari atas, disikut dari samping. Berat. Tapi, gadis itu
memberitahuku bahwa masih ada “gadis” yang menjaga dirinya. Membuat aku yakin
untuk menjaga hati hingga saatnya perjanjian itu, yang mengguncang Arsy,
dihujani berkah. “Qabiltu Nikaahaha wa
tazwijaha…”.
***
Dari gadis itu, adakah kita
belajar bahwa keanggunan akhlak adalah kebahagiaan yang hakiki? Untukmu wahai
para perempuan; jagalah diri dan hati, agar akhlakmu mempesona. Dan untuk kami
para lelaki, “Bukankah pasanganmu adalah cerminan dirimu”? lalu, apa yang
menghalangimu untuk memperbaiki diri?
#No Valintine’s day.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar