Kamis, 20 Februari 2014

Gadis itu



Gadis itu cantik. Berkulit putih. Berwajah manis. Bola matanya biru. Alis mata yang hampir membentuk huruf U terlukis indah disekitar matanya. Sesekali senyum lesung pipitnya membuat terkesima siapa saja yang berpapasan dengannya. Senyum yang laksana seiris surga itu juga umpama purnama dimalam minggu. Indah, indah sekali. Tubuhnya yang tinggi semampai, Cocok sekali menjadi gadis sampul atau sebagainya.

Gadis itu begitu mulia. Tutur katanya yang menyejukkan. Sopan santunnya yang menentramkan. Cara berpakaiannya, memakai jilbab dan khimar, sebaik-baik keindahan. Perempuan yang melihatnya, pasti ingin menirunya. Lelaki yang melihatnya, pasti bergetar hatinya. Termasuk aku. Aku sangat kagum dengan gadis itu. Dia sangat memesona dengan kesederhanaannya.

***

Gadis yang suka mengenakan kerudung hijau dan biru itu sangat PEDE dengan jati dirinya. Sangat sederhana dalam kesehariannya. Semangat dalam menggapai citanya. Sabar dalam rintangannya.

 “Dari segerombolan semut kita belajar arti perjuangan” tulisnya di status facebook yang nama akunnya begitu indah. Sifatnya, adalah perwujudan dari makna namanya; Dhiya ‘Afifah. “Cahaya yang menjaga kesucian dirinya”.

“Dari sebuah kepompong” lanjutnya lagi dengan tenang “Kita belajar arti kesabaran”. “dari sebatang pohon” tulisnya lagi dengan lembut “ kita belajar untuk memberi”.

“dari sebatang kaktus" tulisnya dengan penuh ketulusan “Kita belajar  untuk menjaga diri”. “Subhanallah… begitu menenangkan. Luar biasa gadis ini” gumamku dalam hati. Sejak itu, makna ‘gadis’ telah berubah dalam fikiranku. Tak sembarang perempuan yang mampu menyandang gelar ‘gadis’. “gadis” adalah, mereka yang menjaga diri dan hatinya dengan penuh perjuangan meskipun haruus dillui kesabaran”.

“dari sebutir padi” lanjutnya mengakhiri bait-bait indah nan penuh makna, “kita belajar rendah hati.

***
Aku memejamkan mata, tak mampu rasanya terus menatap kata-kata yang penuh makna itu. Biarlah hati yang merabanya, biarkan hati yang menyelaminya; indah, menenangkan. Sejuk, menentramkan. Damai, menguatkan.

“Seseorang” tulisku membalas statusnya di kesempatan lain “hanya mampu memberi yang mereka punya. Dan gadis itu, hanya memiliki keindahan akhlak dan keagungan budi pekerti, Itulah yang dapat ia beri”.

***

Dari gadis itu, aku banyak belajar arti kehidupan, kesederhanaan, perjuangan, bahkan menjaga diri dan hati. Memang, kadang aku tersinggung ketika membaca tulisan-tulisannya. Begitu mengena menashihati diri yang terombang-ambing dengan dunia. Tulisan-tulisannya adalah nafas bagi kehidupan; sejuk, damai penuh makna.

Dari gadis itu pula, aku tahu bahwa menjaga hati itu berat, diserang dari berbagai arah. Dihujani dari atas, disikut dari samping. Berat. Tapi, gadis itu memberitahuku bahwa masih ada “gadis” yang menjaga dirinya. Membuat aku yakin untuk menjaga hati hingga saatnya perjanjian itu, yang mengguncang Arsy, dihujani berkah. “Qabiltu Nikaahaha wa tazwijaha…”.

***

Dari gadis itu, adakah kita belajar bahwa keanggunan akhlak adalah kebahagiaan yang hakiki? Untukmu wahai para perempuan; jagalah diri dan hati, agar akhlakmu mempesona. Dan untuk kami para lelaki, “Bukankah pasanganmu adalah cerminan dirimu”? lalu, apa yang menghalangimu untuk memperbaiki diri?

#No Valintine’s day.

 Cairo, 14 februari 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar