Selasa, 22 April 2014

Al-Azhar, Mimpi dan Penerimaan Mahasiswa Baru


Saat kau membaca tulisan ini, mungkin di tempatmu sedang pagi, sedang siang, atau bahkan sedang malam. Yang jelas, tulisan ini kubuat jam 11.00 pagi, tepat beberapa jam setelah pengumuman tes masuk Universitas Al-Azhar Mesir diumumkan. Dibuka bagi siapapun yang berminat melanjutkan kuliahnya ke luar negeri.

Oh ya, kenalkan, namaku Fahmi aku anak pelosok Kalimantan yang sedang menimba Ilmu di salah satu universitas tertua di dunia, Al-Azhar. Aku tak sempat menceritakan tepatnya kenapa aku bisa menginjakkan kaki ditanah Nabi Musa ini, tapi yang jelas, perjalananku menuju ke sini penuh liku, keringat dan tangis perjuangan. Tapi semua terbayar setelah pertama kali aku menginjakkan kaki di Masjid Al-Azhar. Masjid yang melahirkan ribuan, bahkan jutaan  ulama. Mulai dari Syeikh Ali Jum’ah, Syeikh Yusuf Qardhawi yang menjadi rujukan ulama dunia sekarang, sampai Prof. DR. Quraish Shihab di Indonesia. Atau bahkan guru-gurumu, Kiai-kiai-mu mungkin juga lulusan Al-Azhar.

Izinkan aku memperkenalkan padamu tentang Mesir, atau Al-Azhar khususnya. Bahwa mesir tidak seindah di novel atau film KCB yang kau tonton. Bahwa mesir itu penuh tantangan, kehidupannya cepat. Perlu kesabaran dan keteguhan hati untuk menginjakkan kaki di atasnya. Mesir, atau Kairo atau yang bahasa arabnya Qahirah, mempunyai semboyan, “Fa-il Lam Tuqahhirhu, Qahharatka” jika kau tidak mampu menaklukkannya, maka kau yang akan ditaklukkannya.

Mesir, konon berasal dari tiga huruf, Mim yang menunjukkan Mushibah yang bermakna ujian, Shod-Shabr yang bermakna sabar, tabah, teguh dan Ra’-Rahah atau Rahmah. Kau akan sempurna mengerti makna itu ketika menginjakkan kaki di mesir ini. Bahkan untuk membeli roti saja, kau harus rela antri, bersabar panas-panasan hingga akhirnya mendapatkannya. Atau untuk menumpang bis, kadang kau harus lari-lari untuk bisa naik ke bis, masih untung jika ada kursi yang tersisa, jika tidak, lagi-lagi kau harus rela berdiri.
Tapi, bukankah kau pernah belajar di pesantren dulu? Sebait kata-kata ajaib, inni lahulwun ta’tariini miraratun, aku baru bisa merasakan manis setelah dulunya merasakan pahit. Bukankah tak ada kenikmatan tanpa berlelah sebelumnya? Ini isyarat makna rahah dan rahmah di ujung huruf mesir itu. Maka, sebelum kau menginjakkan kaki kesini, pikir matang-matang terlebih dahulu. Sebab mesir, tak menampung orang manja. Sebab mesir, hanya layak dihuni oleh para pemberani.
Kita beralih ke Al-Azhar Universitas terkeren di dunia (menurut saya) itu. Oh ya, Al-Azhar tidak seindah yang kau bayangkan, dari segi bangunan, jauh lebih keren UIN-UIN yang ada di Indonesia. Tapi untuk apa bangunan keren-keren? Kau mau tinggal lama di dalamnya? Tidak bukan?. Tidak hanya bangunan, Al-Azhar juga tidak memperhatikan absen bagi mahasiswanya. Tepatnya, mau masuk, ya silahkan. Tidak, juga tak apa-apa. Tapi, kalau kau tak masuk, jangan salahkan Al-Azhar kalau kau tak lulus ujian.

Lalu kenapa memilih Al-Azhar? Al-Azhar itu, berpaham wasathiah-menengah-, berdiri di atas semua golongan, kau mau belajar fikih empat madzhab, ada di Al-Azhar. Itu yang aku suka, tidak terlalu mendoktrin ke satu paham. Maka pemahamanmu akan luas, dan kau akan berlapang dada menghargai perbadaan.

Oh ya, saya kasih tau, bahwa masuk Al-Azhar itu tidak mudah lho! Tahun 2013 saja, ada sekitar 3000 lebih pendaftar yang siap mengikuti tes masuk ke Al-azhar. Itu artinya, kau harus menyisihkan 2980 peserta lain untuk mendapatkan beasiswa full, makan, uang saku, dan tempat tinggal. Jika tak masuk, kau jangan khawatir, masih ada kesempatan untuk kouta berikutnya, 200an orang, tapi ini tidak beasiswa full, kau tidak akan dapat uang makan dan saku. Tapi jangan bersedih dulu, sebab, jika tahun pertama kau mampu mendapat nilai, minimal jayyid, kau harus bersiap menerima kucuran uang saku. :D


Sulit ya masuk ke Azhar? Ah, tidak kok, buktinya aku bisa, kakak-kakak kelasmu juga bisa, aku yakin kau akan menyusul kami ke sini.

“oh ya Mi, kau kan tidak lebih pintar dari aku, tapi kok kau bisa kuliah di Mesir? kasih tau dong rahasianya.”

Aku memang tak pintar, tapi aku mempunyai mimpi yang besar. Itu yang selalu memotivasiku untuk terus berbuat yang terbaik, bahkan sebelum ke Mesir dulu, hatiku sudah sampai ke sini duluan, melalui mimpi, aku bermimpi di ajak berbelanja di pasar sayur Mesir. Beberapa bulan kemudian, mimpi itu menjadi kenyataan. Alhamdulillah :D

Aku juga tidak cerdas, tapi doa-doa orang tuaku, selalu meretas langit menembus batas-batas. Karena aku tahu, doa orang tua, adalah doa yang mujarab. Hanya itu senjataku. Maka kau, yang lebih keren dari aku, lalu apa lagi yang menghalangimu untuk ke sini? Berjuanglah, berdoalah, dan minta doakan, InsyaAllah Mesir menantimu.

Kami tunggu kedatangannya!!! Kawan-kawan.
Yang berminat ini informasi Seleksi Mahasiswa Baru Al-Azhar Mesir, Maroko dan Sudan 2014

Tahapan:
* 28 April – 9 Mei 2014: Pendaftaran via Online di halaman  http://diktis.kemenag.go.id
* 12-20 Mei 2014 : Penyerahan Persyaratan
* 24 Mei 2014 : Seleksi tahap pertama. Diselenggarakan di UIN Jakarta, UIN Malang, UIN Riau, IAIN Medan, UIN Yogyakarta, UIN Makassar, IAIN Banjarmasin, STAIN Samarinda.
* 14 Juni 2014 : Seleksi Tahap Kedua. Diselenggarakan di UIN Jakarta


____

Informasi selengkapnya mengenai seleksi masuk silahkan download link berikut.

http://waag-azhar.or.id/mahasiswabaru_mesir.pdf

Salam, Muhammad Fahmi
Read More..

Senin, 21 April 2014

Diam


Ada saat saat
Dimana tak ada canda antara kita

Ada saat saat
dimana diam
Mengalahkan kata-kata

Bahkan diammu menjelma 
pisau paling tajam sedunia
Yang melukai
 sampai ke ulu hati

Karena diam
Berarti
 berhenti peduli

Karena diam
Berarti
Tak menghiraukan lagi

Cairo, 21 April 2014
Read More..

Kamis, 17 April 2014

Bangkit


Sesekali patah
Terpuruk
Namun serupa ranting pohon
Aku punya dua pilihan;
Jatuh terperosok
Atau tumbuh kembali

Begitulah aku belajar hidup
Bahwa jatuh, seperti hujan;
Kadang berkali-kali
Kadang berulang-ulang

Begitulah aku mempelajari hidup
Sebagaimana rindu meneguhkan cinta
Seperti itulah waktu menyembuhkan luka

Cairo,
 yang mencoba bangkit dari keterpurukan, 17 april 2014

Read More..

Sabtu, 12 April 2014

Aku Tentang Cinta


Mencintai bumi harus menjadi matahari
Mencintai bunga harus menjadi kumbang
Mencintai Fatimah harus menjadi Ali
MencintaiMu harus menjadi aku

Namun kadang kita perlu  belajar dari mentari
Ia mencintai bumi
Tapi ia tahu: mendekat
Justru menghancurkan

Dari seekor kumbang kita belajar
Bahwa mencintai adalah memberi

Dari Sayyidina Ali kita belajar
Bahwa mencintai adalah merahasiakan hati
Bersabar
Menahan nafsu

Dariku cinta ini kupersembahkan
Utuh untukMu
Kekasihku

Read More..

Jumat, 11 April 2014

Ajaib Sekali



Oleh : Fahmi ‘Ain-Fathah
Ajaib sekali…
Memang sudah tabiat hati
Bahwa ia kan mencintai
Pada orang yang sering memberi


Ajaib sekali
Memang sudah kebiasaan hati
Bahwa ia kan bersimpati
Pada orang yang berbaik budi


Tapi aneh sekali
Hati ini tetap enggan mencintai
Padahal sudah banyak diberi


Aneh sekali
Kenapa hati ini susah mencintai
Padahal Dia sudah berjanji
Jika mencintaiNya
Maka semua makhluk
Akan mencintaimu


Padahal Dia sudah berjanji
Yang mendekat dengan cinta sedepa
Dia kan mendekat dengan cinta sehasta
Yang membawa cinta dengan berjalan
Dia kan menyambut dengan berlari


Setiap nafas yang kuhirup
Ada secercah pemberiannya
Setiap kaki yang melangkah
Semua karena kuasanya


Tapi aneh sekali
Hati ini masih sulit mencintai
Jiwa ini masih suka mengingkari
Padahal…
Pemberinnya pasti
Janjinya pasti


Mulai hari ini aku berjanji
Berazam kokoh dalam hati
 Dalam ketaatan cinta berhenti
Suka duka harus terlompati


Karena kita tahu
Mentaati pada hal yang tidak disuka
Adalah gelimang pahala
Karena kita tahu
Seringkali ketidaksukaan
Hanyalah terjemah kecil ketidak tahuan


Pojok Kamar tercinta, 11 April 2014.
Read More..

Minggu, 06 April 2014

Beda Partai, Cintaku Kandas



“Hah… Apalah diriku ini, aku hanya pecundang yang mencoba menjadi pahlawan kesiangan.”
“Hei bahkan rembulan di atas sana pun seolah ikut mengejekku, dengan sinar redupnya yang mencoba sembunyi di balik lembar-lembar awan. Ah, mungkin rembulan itu takut kalau aku gampar mukanya yang putih itu.”

Dengan langkah gontai aku terus menapaki jalan-jalan bisu ini dengan menggerutu. Kucoba mengingat-ingat lagi kejadian yang menimpaku malam itu.  Kukumpulkan potong-potong cerita yang masih bening di bola mataku. Hingga, jadilah alur cerita yang sangat jelas.

Setiap pagi baru adalah semangat baru. Hadiah baru. Selalu ada kejutan. Pagi selalu istimewa, khususnya bagiku. Tapi itu dulu, sekarang? Pagi adalah lambang kesunyian. Pagi adalah lambang kenestapaan. Kau tau kenapa? Pagi ini harusnya menjadi pagi paling indah dalam sejarah hidupku. Tapi semuanya buyar setelah keputusan di malam itu. Pernikahanku gagal. Kau tau sebabnya? Oke, akan kuceritakan dari awal barangkali kau menemu solusi selelah memahami. Begini ceritanya, eh… tapi ada syaratnya, sssttttt!... jangan bilang siapa siapa ya! Aku malu.

Perkenalan pertamaku dengannya adalah di sore itu, saat itu lembaga dakwah di kampusku mengadakan pengkaderan. Aku sebagai mahasiswa lama sekaligus ketua lembaga dakwah itu bertugas membimbing dan memberikan penjelasan kepada para kader. Saat itulah perkenalan kami dimulai.

 “Namaku Habibah, mahasiswa kedokteran asal Yogyakarta,” ujarnya ketika tiba gilirannya memperkenalkan diri.

***

Waktu terus berjalan, hari terus berlalu, minggu berganti minggu. Sering bertemu, adalah penyebab tumbuhnya rasa fitrah sepasang insan berlainan jenis ini. Mulai ada rasa aneh saat aku bejumpa dengannya. Mulai ada rasa beda. Tapi, dia memang beda; paling cantik, paling rapi dan yang terpenting cara berpakayannya dengan jilbab dan khimar, sangat syar’i.

Tapi itulah Setan, dengan berbagai tipu dayanya, dia selalu punya celah untuk menggoda. Andai Allah mengukur kemuliaan berdasarkan kecerdasan, maka Setanlah yang paling tinggi derajatnya. Bagaimana tidak, melalui perempuan yang berpakaian rapi, dia masih bisa menggunakannya untuk menggoda lelaki.

Bagi laki-laki awam, fitnah terbesar mereka adalah wanita wanita telanjang (berpakaian tapi hakikatnya telanjang) yang tidak menggunakan hijab. Yang berpakaian seksi. Adapun bagi para ikhwan fitnah wanita berpakaian seksi itu bagi mereka besar juga namun lebih besar lagi fitnah wanita yang sudah berpakaian dan berhijab syar’i. mereka bisa menundukkan pandangan terhadap wanita-wanita seksi. Namun sulit menundukkan hati terhadap akhwat yang berpakaian syar’i.

Bagi kami para ikhwan, melihat wanita wanita seksi di jalan, kami biasa menundukkan pandangan. Namun yang tidak biasa bagi kami adalah mengetahui ada akhwat berpakaian syar’i lewat di dekat kami. Benar kami menundukkan pandangan, tapi hati dan pikiran kami sulit ditundukkan. Melihat wanita wanita seksi yang lewat di depan kami, kemudian kami berpaling dan beristighfar, itu tidak seberat melihat kibasan ujung jilbab panjang dan biru salah seorang dari akhwat, itu akan terus terbayang-bayang dan mengganggu hati kami. Shalat jadi tak khusuk. Belajar jadi tak nyaman. Tidur jadi tak tenang. Terganggu karena ujung si jilbab biru.

***

Assalamualaikum, apa kabar Kak? Semoga Allah melindungimu. Senin lusa ada acara rutin seperti biasakan kak di lembaga dakwah?”  

Sms itu biasa saja. Tidak ada kalimat istimewa di dalamnya. Tapi, bagi hati yang sedang mekar berbunga, yang biasa jadi luar biasa, kadang kumpulan kata itu indah bukan karena isinya, tapi karena pengirimnya. Itulah hati, mempunyai cara menilai sendiri.

Sejak itu hari hari terasa begitu indah, malam menjadi saksi. Siang bak bidadari. Pagi melahirkan bait bait puisi. “isi hati kita serupa kuncup bunga, akan bermekaran saat tertuang menjadi kata-kata cinta”.
Sejak dia mengirimkan sms pertamanya itu, kami semakin sering berinteraksi.

“Kak, bangun! tahajjud”, ujarnya mengirim pesan yang membuatku terbangun karena suara dering pemberitahuan HP-ku yang keras.
“Iya, Ana sudah bagun kok dari tadi. Anti sudah tahajjud belum?” ujarku seraya menuju kamar mandi untuk berwudu. Sejurus kemudian aku kembali seraya melihat HP, ada satu pesan.
“Sudah dong, masa yang bangunin nggak tahajjud” ujarnya membalas pesanku.
“Oh ya… besok senin lho, jangan lupa sahur ya”
“Okey, wajib, kudu, harus, fardu ain :D :D LOL”

Rasa itu semakin bersemi ketika kami semakin sering berkirim-kiriman pesan, mulai dari kata-kata mutiara, kata-kata dakwah, saling menyemangati, saling membangunkan tahajjud, mengingatkan puasa, yang sebenarnya, kalau lebih jernih melihat ke lubuk hati, semuanya adalah modus. Tapi begitulah cinta yang tanpa ikatan, akan menghalalkan segala cara.

***

Embun-embun sejuk yang berpelukan dengan cahaya mentari melahirkan pelangi-pelangi kecil yang semakin memperindah pagi itu. Aku melamun. Pikiranku melayang-layang memikirkan sebuah langkah besar yang akan menjadi sejarah dalam hidupku. “Sebagai lelaki, aku harus tegas. Jelas. Aku lelaki yang berprinsip. Aku tak mau tergoda oleh Setan,” gumamku dalam hati. “Aku harus mengakhiri hubungan tidak jelas ini atau melanjutkannya ke jenjang halal yang penuh berkah. Aku lelaki. Tak boleh kalah oleh perasaan.”

Seminggu sudah aku mengumpulkan kekuatan. Memantapkan hati. Memikirkan cara agar direstui kedua orang tua dan diterima oleh mertua. Shalat tahajjud, puasa Daud, berdoa siang dan malam setiap di ujung sujud. Semua telah kulakukan. Hingga terbitlah keberanian untuk mengutarakan maksud kepada kedua orang tua.

“Mak! aku mau nikah” ujarku penuh gugup di sela-sela makan malam.
Sontak saja suasana jadi berubah. Semuanya diam. Hening. Tak ada yang berucap.
“Kalau bercanda jangan serius dong Nak!...” ujar abah dengan raut muka tak percaya.
“Saya serius Bah, saya sudah pertimbangkan matang-matang.” Ujarku sambil menunduk malu.
“Memangnya kamu mau menikah dengan siapa?” kata mama memotong pembicaraan kami, “setahu mama, kamu lelaki yang memegang prinsip anti pacaran, mau menikah dengan siapa coba?” ujar mama melanjutkan dengan bertanya serius.
“Teman dakwah di kampus Mak!” ujarku santai setelah menguasai keadaan.

Abah masih tertunduk menekuri perkataanku yang secara tiba-tiba. Aku memang masih muda, 19 tahun. Itu yang menjadi pertimbangan abah. Dalam pandangan abah, pemuda selalu terburu-buru dalam mengambil keputusan. Karena pemuda tak berpengalaman.

“Bah!,” ujarku memecah keheningan, “bukankah salah satu golongan yang Allah malu untuk tidak mengabulkan permintaannya, salah satunya adalah muda-mudi yang menikah karena ingin menjaga kehormatan dirinya?” Lanjutku.

Abah dan mama saling bertatapan bingung. Mereka tersadar bahwa anaknya sudah dewasa. Mereka teringat dulu ketika aku masih kecil, merengek-rengek menangis minta belikan mobil-mobilan. Rasanya baru kemaren waktu itu, sekarang anaknya sudah dewasa. Sudah pengen nikah lagi.

“Mak! Mungkin saya masih muda, tapi muda bukanlah ukuran kedewasaan seseorang. Sudah sejak umur 15 tahun saya menyiapkan diri untuk menjadi lelaki tangguh yang akan melindungi kekasihnya. Itu artinya sudah 4 tahun saya mempersiapkan diri untuk menikah. Buku-buku tentang bagaimana menjadi suami yang baik sudah saya baca. Senior-senior yang baru menikah sudah saya tanya. Saya mendapatkan kesimpulan; bahwa menikah itu tidak seindah yang dibayangkan, tapi juga tidak sesulit yang diceritakan.”

“Setelah menikah” ujar senior menasihati saya, “justru lebih banyak ujian. Tantangan. Tapi jika dimulai dengan meminta keridaan orang tua dan hanya mengharap ridha Allah, semua akan indah.” ujarku menutup argumen.
“Nanti malam abah shalat istikharah dulu. Meminta petunjuk.” ujar abah setelah saya mengutarakan kemantapan hati.

***

Malam itu sebenarnya tidak terlalu dingin, suasananya damai, penuh ketenangan ( mungkin ini interpretasi dari  “baiti jannati” kerena rumah itu selalu dibacakan Ayat-ayat Allah) berlangsunglah perbincangan hangat sebagai “kata pengantar”. Setelah lama berbincang, Tibalah saatnya untuk menyatakan maksud sesungguhnya. Dengan Asma Allah, abah utarakan maksud kedatangan kami untuk melamar putrinya. Ayah Habibah pun tersenyum menanggapi maksud kami. Sebenarnya, boleh saja si ayah memutuskan untuk menerima atau menolak lamaran kami, karena Ayah merupakan wali mujbir,  wali yang boleh memaksa gadisnya untuk menikah jika se-kufu’. Namun, karena ayah si gadis ini adalah orang yang bijak, ia lalu memberikan kesempatan kepada anaknya untuk menjawab.

Entah apa yang terjadi, Habibah kemudian menangis tersedu-sedu. Sebenarnya ia tau bahwa pemuda yang melamarnya adalah orang yang baik, bijak, dan sesuai dengan kriteria suami impiannya. Namun, Ketika itu terlontarlah ucapan dari mulutnya Maaf akhi, antum terlambat!... .

Bagaikan diserang angin puting beliung aku dan keluarga tak karuan rasa. Gadis impian yang sudah di depan mata, akankah dahulu orang menjemputnya? Keyakinan yang awalnya membara, sirna ciut tak ada rasa. Aku berusaha pasrah dan rela menerima. Namun perkataan Habibah tampaknya belum selesai, Ketika tangisannya mulai reda, dengan menarik nafas panjang ia perjelas maksudnya: “Maaf akhi, Antum terlambat. Harusnya Antum meminang saya lebih cepat, biar kita Nikahnya juga lebih cepat,” ujarnya dengan senyum yang membuat guratan mukanya semakin jelas memerah.

Semuanya terdiam saling menatap, dan akhirnya saling senyum ketika memahami maksud Habibah bahwa sebenarnya dia sudah lama menunggu saat-saat itu. Kami semua hanyut dalam bahagia.

***

Seminggu setelah itu, tepat tanggal 8 april, sehari sebelum PEMILU, aku dan keluarga diundang ke rumah Habibah untuk melanjutkan pembicaraan tentang lamaran. Ada yang berbeda dari cara penyambutan. Yang dulunya semua menyambut dengan ramah penuh senyum, malam itu datar penuh tanda tanya.

Setelah lama berbincang, akhirnya Ibunda Habibah langsung menyampaikan maksudnya mengundang kami. To the point.

“Maaf semuanya, setelah kami menimbang lamaran ini tidak bisa dilanjutkan. Malam itu, Habibah mengambil keputusan dengan terburu-buru. Tanpa meminta pendapat kami terlebih dahulu.”

Bagai disambar gledek tujuh kali, aku kaget tak percaya apa yang diucapkan Ibunda Habibah, alasannya tidak jelas dan tidak masuk akal. sebenarnya bukan alasan yang masuk akal yang kutunggu, tapi obat hati yang tersakitilah yang kuharapkan. Namun, itu tak kudapatkan. hatiku bagai ditusuk-tusuk dengan belati berkarat. hatiku penuh sesak dengan semak belukar tajam nan berduri. mencabik-cabik mengoyak dinding hati yang pernah berharap pelangi.

Suasana pertemuan jadi tegang. Abah yang mencoba bertanya alasannya sebanyak tiga kali, hanya dijawab dengan pernyataan maaf oleh keluarga Habibah. Setelah dirasa tidak akan mencapai kata sepakat, dengan berat hati kami sekeluarga mengundurkan diri. Walaupun harga diri serasa di injak-injak tapi abah dengan lapang menyatakan kami menerima keputusan dan silaturrahim akan terus terjaga.
***
Begitulah ceritanya, hari-hari yang kulalui selanjutnya menjelma kelabu yang saling berkelindan. Pagi gerimis. Siang rintik-rintik. Malam hujan deras. Entah dapat ilham dari mana, hatiku melantunkan puisi;

Angin gemerisikkan dedaunan
Mengalunkan dahan kesana-kemari
Menari
Rayakan guguran daun kering

Harusnya langit telah turunkan hujan
Harusnya kabut tak lagi betah sesakkan dada
Harusnya mataku lebih bening melihat sekitar
Harusnya...

Namun langit tetap saja gelap
Awan hitam tetap kokoh tak teteskan hujan
Langit tetap kelabu
Dan kabut terlalu kukuh halangi mataku.

“Nak!,” ujar mama membuyarkan lamunanku, “kau tahu kenapa lamaranmu ditolak?”
“Tidak, Mak!, mama tahu?"
“Tadi mama ketemu dengan Habibah di pasar. mukanya sendu penuh gurat-gurat kesedihan. katanya, lamaran kita ditolak karena abahmu dan ibunya Habibah berbeda partai”. saat ditanya kenapa dia tidak protes, ia hanya menjawab, "itulah lemahnya saya" ujarnya sambil menitikkan air mata, "tak pandai berdiplomasi. Aku hanya pandai menangis."
“Lalu apa hubunganya dengan lamaranku yang di tolak Mak?”
“Ceritanya panjang, nanti jika sudah lebih dewasa kau akan tahu”

####
Read More..

Rabu, 02 April 2014

Tersinggung





Sejak saat itu
Aku selalu kasihan padamu
Hanya menjadi penghias ruangan
Berdebu tak diperhatikan



Aku mencoba memperhatikanmu
Aku belajar mengeja huruf hurufmu
Aku belajar memahami maksudmu
Tapi setelah aku paham
Aku  malah tersinggung olehmu


Setiap aku membacamu
Aku selalu tersinggung
Ciri ciri orang kafir yang kau sampaikan
Kok rasa rasanya
Sama persis dengan diriku?
Tak ada bedanya dengan lakuku


Aku selalu tersinggung
Setiap kali membacamu
Bila kau bicara tentang munafik
Kok rasa rasanya
Kau mensifati diriku
Kau menjelaskan perbuatanku


Aku selalu tersinggung
Setiap kali membacamu
Ketika kau sampaikan
Ayat ayat tentang orang beriman
Kok rasa rasanya
Aku tak seperti mereka
Aku sangat jauh prilakunya


Aku selalu tersinggung
Ketika membacamu
Rasanya…
Bahagia sekali mereka yang tidak pernah
Tersinggung Saat membacamu.


Mungkin karena mereka tak paham
Maksudmu
Atau mungkin…
Karena mereka tak pernah membacamu
Sama sekali


Kairo, 2 April 2014
Read More..