Jumat, 31 Mei 2013

Tugas untuk Teman-Teman PAI


“generasi penerus bangsa” Tergerusnya generasi muda sekarang memang banyak faktornya, minimnya pembelajaran akhlak disekolah salah satu faktornya. Ini PR besar bagi calon guru-guru bangsa. Laksanakanlah tugasmu dengan baik Teman-Teman PAI. Semoga kita bisa saling membantu dalam memajukan bangsa. Utamakan kualitas. Terus semangat.

Coretan ini berawal dari ke“iri”an saya kepada Ukhty Annisa Nur Fathonah. Yang bisa pulang-pergi kuliah dan tetap mendapatkan nikmatnya kasih sayang orang tua. Status facebooknya hari itu membuat ingatan saya terbang kemasa sepuluh tahun silam. Yah masa-masa ceria. Masa-masa SD. Masa-masa dimana aku masih kumpul bersama orang tua. Sungkem tiap pagi sebelum berangkat sekolah. Disambut tiap hari ketika tiba dirumah. Dulu biasa, tapi sekarang baru terasa efeknya. Bagai mana tidak, sejak ketika MTs saya sudah merantau dari kampung halaman. Jadinya kangen beraat pengen cium tangan orang tua :’(

Di belahan dunia mana saja, kebiasaan mencium tangan orang tua, Guru/kyai adalah hal umum. Bahkan takdzim seperti itu diajarkan sejak kecil, sebagai sebuah jenjang tarbiyah yang punya efek positif luar biasa. Pertanyaan selingan sebelum kita masuk ke inti masalah, kira-kira pernahkah kalian mencium tangan dosen kalian? Meski seperti itu, tradisi positif turun temurun yang tidak berhubung langsung dengan ibadah tak luput dari cibiran sebagian kelompok muslim. Bahwa hal seperti itu (terutama mencium tangan guru/kyai) adalah berlebihan, toh mereka juga sama kayak kita, manusia, makan nasi.

Itu masih dibumbui dalil salah tempat oleh mereka bahwa "inna akromakum indallahi atqokum",bahwa salaf tidak melakukannya. mereka kurang paham dengan baik ayat "inna akromakum indallahi atqokum". Yang termulia di antara kalian menurut Allah adalah yang takwa. Sekilas sepertinya benar dia memakai dalil itu, tetapi dia tidak sadar bahwa di situ ada kata "indallah", menurut Allah. So jika begitu (indallah) yang tahu kadar ketakwaan seseorang itu dia apa Allah? Maka jika kita tidak tahu kadar ketakwaan seseorang,tentu yg kita jadikan patokan penghormatan dan cium tangan adalah kebaikan pribadinya. Dengan kata lain dalil tadi salah alamat jika dipakai buat mencibir orang yang sungkem pada orang tua dan guru/kyai.

Kesalahan kedua soal salaf yang tak mlakukan cium tangan. Berarti orang ini tidak tahu jika Abdullah bin Abbas mencium tangan Zaid bin tsabit. Ibnu Abbas mencium tangan Zaid bin Tsabit sebab mengganggapnya Guru, sementara Zaid mencium tangan Ibn Abbas sebab beliau ahlul bait.

Kesalahan ketiga, kayaknya orang model ini lupa hadits "laisa minna man lam yarham shoghirona wa lam yuwaqqir kabirona"... Bukan termasuk kita orang yang tak bisa sayang kepada yang muda dan tidak bisa menghormati kepada yang tua. So, mencium tangan adalah bentuk penghormatan kepada yang tua. Lagipula efek dalam hati sangat berbeda antara salaman biasa dengan cium tangan. Ingat dg baik, bahwa di antara tanda dekatnya kiamat adalah hilangnya rasa hormat, tatakrama dari yg muda kepada yang tua. Maukah kalian jadi bagian mempercepat menggelindingnya roda kiamat?

Maka perlu dilestarikan tradisi mencium tangan, sebab ini adalah bagian penting sekaligus salah satu dasar dari Ihsan. Mungkin ada yg bilang (secara lahiriyah) itu penghormatan biasa. Tapi diam-diam ia akan mendidik jiwa untuk jadi pribadi yang santun. Sebab jika sejak kecil tidak dibiasakan untuk menghormati yang tua, yang berilmu, seorang anak bisa tumbuh tanpa tahu rasa hormat. Lantas apa yg akan terjadi jika generasi muda tak tahu rasa hormat? Jawaban bisa ditebak sendiri.

Semoga mencerahkan. Memang kelihatannya hal-hal seperti ini remeh, tapi di sana mempunyai efek positif yg menentukan langkah seumur hidup. Menurut saya, jadi orang islam bukan berarti harus jadi orang arab. Ada budaya kita yang selama tidak bertentangan dengan ajaran islam it is no roblem. itu pun termasuk kebudayaan islam. Dan harus Diberdayakan.

#seindah Pelangi, seharum kasturi :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar