Minggu, 25 Mei 2014

Kertas

Di tangan anak-anak
Kertas-kertas menjelma perahu Sinbad
Mengarungi lautan, menundukkkan ombak-ombak, 

membelah gelombang, menaklukkan tantangan.

Di tangan kananmu
Kertas-kertas menjelma surat-surat cinta
Meneguhkan nurani, menguatkan hati,
mengokohkan janji.

Di tangan kirimu
Kertas-kertas menjelma puisi syahdu
Tempat langit dan laut bertemu
Tempat jemariku dan jemarimu bersatu

Di tangan-tangan kita
Kertas-kertas menjelma rumah sederhana
Tempat kita merajut cinta
Berbagi tawa, senyum, duka, sedih, bahagia.

Di tangan-tangan kita
Kertas-kertas menyerupai buku-buku
Tempatku belajar memahami hatimu
Tempatku membaca senyum indahmu

Tempatku menulis hari-hari indah kita

Taman Langit, 24 May 2014
Read More..

Kamis, 01 Mei 2014

Malas


Kebiasaan buruk saya, jika sedang futur, malas, saya lanjurkan semalas-malasnya sampai tingkat akut. Niat saya sederhana, agar bisa balas dendam, malas tingkat akut versus semangat menggebu-gebu. Namun masalahnya, untuk menghadirkan semangat itu tidak gampang, perlu berbagai cara; mulai dari menashihati diri sendiri, membaca, menontonton film yang memotivasi, atau travel ketempat-tempat tertentu, atau yang terakhir, “menangiskan diri” dengan mengingat perjuangan orang tua yang ingin melihat anaknya tersenyum bahagia.

Tapi untungnya, Allah selalu punya cara untuk hambanya. Kaidah yang pernah ditulis seseorang teman saya, “Allah mempertemukan kita dengan seseorang itu, pasti ada maksudnya,” saya pahami dengan sempurna. Hari itu hari ketiga berturut-turut saya tidak menyetor hafalan karena malas, ke mesjid sembunyi-sembunyi agar tak dilihat sang guru. Saya berhasil. Hingga tiba di hari itu, selesai Isya saya berlama-lama di mesjid agar tidak bertemu guru. Setelah pulang ternyata guru saya itu mengikuti saya dari belakang, saya kehabisan cara untuk menghindar. Tidak ada pilihan lain kecuali mengucap salam dan berjabat dengan beliau. Malam itu aku berjanji akan setor hafalan pagi harinya. Ya, ternyata cara paling akhir untuk menghadirkan semangat adalah dipaksa. Sebab aku sudah berjanji, dan aku tahu bahwa orang-orang keren tak pernah mengingkari janji, maka aku ikuti jejak mereka. Paginya aku menyetor hafalan dengan penuh semangat, dipaksa. Menepati janji :D

AA Gym pernah berujar, “untuk meramalkan masa depan kita, lihat saja apa yang kita lakukan saat ini.” ya, jika yang kita lakukan positif, maka positif pula masa depan. Namun jika negatif, begitu pula masa depan. Teori ini biasa kita kenal dengan teori kausalitas, atau dalam istilah Ippho santosa dalam bukunya 7 Keajaiban Rezeki, law of attraction, hukum tarik-menarik, sebab-akibat. Tentunya, logika linear kita juga meng-iyakan teori tersebut, sebab kita percaya, sejauh mana usaha positifmu, sebanyak itu pula keuntungannmu.

Ummi juga pernah berujar , “setiap kita paling tidak memiliki dua teman hidup; pertama rasa malas, dan kedua rajin. Yang pertama menjanjikan kemunduran, sedang yang kedua menjanjikan kemajuan.” Meski demikian kita sering mempercayai malas sebagai teman hidup. Akibatnya, kita terpental-pental ditendang persaingan hidup.

Saya sering bertanya kepada diri saya yang lain, apakah tokoh-tokoh besar dunia semacam Al-kindi, Al-Ghazali, Einsten, Columbus dan yang lainnya tidak memiliki rasa malas? Saya pikir tidak, mereka juga manusia yang tak lepas dari belenggu yang bernama malas. Namun bedanya, mereka bisa memarjinalkan malas dan memprioritaskan rajin. Saya yakin, jika semua orang bersahabat dengan rajin maka akan selalu bermunculan ilmuan-ilmuan baru. Orang-orang keren baru.

Nabi Muhammad SAW, manusia terkeren sepanjang masa, kekasih saya itu, Al-Mastalul a’la, suri tauladan seluruh insan, yang bekerja keras untuk berdakwah, berpeluh-basah, berdarah-darah, dalam suka atau sedih, tak menghalangi beliau untuk menyampaikan risalah Allah. Jika beliau putus asa, malas-malasan, mungkin kita sekarang dalam kegelapan yang nyata.

Begitu pula Thomas Alfa Edison, manusia cerdas penemu bola lampu tersebut, yang penemuannya dinikmati milyaran, atau bahkan hampir semua orang, dia tidak akan dikenal dunia jika bukan karena kegigihannya yang pantang putus asa. Ratusan kali gagal, bahkan tidak menyurutkan tekadnya untuk sebuah perubahan dan kemajuan. Jika Edison putus asa, malas-malasan, mungkin saat ini dunia masih gelap gulita.

Jika kehidupan serupa sebuah perjalanan, ada banyak tikungan, dataran, gunung-gunung maka hidup adalah pilihan; kita memilih menjalaninya biasa-biasa saja, dataran. Atau memilih yang penuh tantangan, mendaki, susah payah, kerja-keras. ketika kita memutuskan untuk mendaki dan terus mendaki maka hasilnya adalah puncak-puncak, semua puncak, puncak keberhasilan, bahkan kebahagiaan.

Seringkali, kita bangun pagi dengan semangat menggebu-gebu, punya tekad, cita-cita tapi seiring panasnya matahari, semangat kita ikut menguap bersama embun-embun. Atau juga kita seting berjanji pada malam hari, bertekad untuk lebih baik, ingin berbuat begini, begitu, tapi besok ternyata semangat itu menguap. Kenapa? Apa yang menghentikan langkahmu? Ada perang yang menghadang? Atau ada harimau yang mau menerkam? Atau ada benteng tebal yang menghalangi?

Atau jangan-jangan itu karena dirimu sendiri, melangkah mundur, bersahabat dengan malas, dan membentengi diri dengan galau, keluhan dan ribuan alasan?

Sekali lagi, hidup adalah puilihan. “aku hari ini, adalah akumulasi dari aku yang lalu, aku yang rajin menjanjikan aku yang berhasil.”

Sebuah Muhasabah, Cairo, 1 Mei 2014.
Read More..