Hari ibu, membuat aku ingat akan masa lalu. Masa lalu yang curam, namun indah untuk di kenang, masa lalu yang membuatku siap untuk menantang dunia, masa lalu yang membuat aku setegar sekarang ini. Hehehe
In memory, dulu aku adalah seorang anak yang bisa dibilang “super nakal” tapi, untunglah aku mempunyai orang tua “pendidik” yang mendidik dengan gayanya masing-masing. ayah misalnya, yang mendidik dengan “keras” terhadap anaknya. Dan ibu yang mendidik dengan belaian manja dan kasih sayangnya. (Heemm jadi kangen ketika ummi tiap pagi mengusap rambutku).
Dalam kenangan indah. dahulu aku dipercaya oleh ayahanda untuk mengaji ketempat seorang guru di ujung desa, akan tetapi aku menyia-nyiakan kepercayaan ayah dengan “bolos” dan pergi ke “bioskop” umum. Tau apa yang terjadi setelahnya? Ketika pulang aku sudah di sambut oleh ayahanda di depan pintu. tanpa banyak bicara, ayah langsung menceburkanku kedalam tong air (tempat air kira-kira mampu menampung 500 liter air). andai tidak ada ibunda, entahlah apa yang terjadi. :D
Suatu ketika, aku dibelikan mobil-mobilan yang cukup elit oleh ibunda, padahal aku tau waktu itu orang tuaku tidaklah mempunyai banyak uang, karena waktu itu mereka masih menjadi pedagang pasar mingguan. Akan tetapi, demi buah hatinya mereka rela menyisipkan uangnya. Akupun sangat senang dengan mobill-mobilan itu, sehari penuh aku asyikn bermain dengannya sehingga aku lupa waktu dan malas untuk pergi ke sekolah. Ayah yang tidak suka banyak omong, langsung mengambil dan menginjak mobil-mobilaan kesayangan ku itu tanpa memikirkan berapa harga, dan usaha mereka untuk membelikan mobil itu.
Ada lagi kenangan yang takkan kulupakan. ketika aku belajar merokok dan ketahuan ayah, aku dikejar-kejar dengan sebilah kayu oleh ayah, laksana buronan dan polisi, sang buronan berusaha lari secepat mungkin akan tetapi karena kaki sang “buronan” lebih pendek, dengan mudah polisi mendapatkannya. Hehehe, setelahnya apa yang terjadi??? Ayah tidak memukuliku, tapi dikejar-kejar sudah cukup untuk membuatku jera.
Lalu apa peran ibu? Setiap aku selesai “di adili” oleh ayah, ibulah yang sellu berusaha menghentikan isak tangisku, setelah tangisku reda, ibu menasehatiku, coba kalau kamu tidak begitu pasti ayah tidak begini. Hemmm akupun tersadar dan tau bahwa akulah yang salah, dan aku yakin itu semua bentuk dan cara mereka meng-ekspresikan kasih sayangnya.
Hasil didikan itu lebih terasa sekarang, alhamdulillah setelah kejadian 8 tahun yang lalu aku tidak bisa merokok, dan bahkan membenci seorang perokok, karna dalam keyakinanku rokok adalah haram karena banyak mudharat yang dihasilkan.
Sekarang mereka sudah percaya sepenuhnya kepadaku, ketika dulu aku dibatasi untuk keluar malam, sekarang sudah tidak lagi. Ketika aku minta pendapat mereka tentang perkuliahan terbaik. mereka bilang, dimanapun kamu mau kuliah, selagi kami bisa membiayai, ambillah. Itu artinya mereka percaya sepenuhnya denganku. Alhamdu lillah
Bahkan kepercayaan itu berimbas kepada lingkunganku. ketika aku mau kejogja misalnya, orang tua sahabatku mempercayakan anaknya untuk kuliah di kota pendidikan karena percaya kepadaku, dan meminta agar aku menjaga dan menasehati anaknya ketika menyimpang dari tujuan awalnya.
Yang kurasakan sekarang. Kerasnya didikan ayah dulu membuat aku tegar menghadapi dunia, kasih sayang ibu membuat aku bersemangat untuk memberikan yang terbaik kepada mereka, tidak ada alasan untukku tidak membalas kebaikan mereka.
I love you fuuuulllll
Ayahanda dan ibunda.
Santri, anak perantauan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar