Kamis, 02 Januari 2014

Warna-Warni Perantau

Hidup tidak selalunya indah
Langit tak selalu cerah
Suram malam tak berbintang
Itulah lukisan alam
(Begitu aturan Tuhan)

Jadilah rumput nan lemah lembut
Tak luruh dipukul ribut
Bagai karang di dasar lautan
Tak terusik dilanda badai

Dalam suka hitunglah kesyukuranmu
Dalam senang awasi kealfaanmu
Setitis derita melanda
Segunung kurniaanNya

Hijjaz, Lukisan Alam


Terharu mengenang masa lalu dahulu. Sejak Taman Kanak-kanak aku sudah merantau meninggalkan kampung halaman. Setelah sekian tahun merantau, aku malah makin jauh dari kampung halaman. Hiks :-‘( saaat masa-masa merantau memang menyenangkan, meskipun sering didera rasa yang menyiksa batin, namun begitulah warna-warni hidup.

Saat menjadi anak perantau sebenarnya aku sudah bisa memasak, meskipun dengan masakan yang sangat sederhana ala mahasiswa. Aku patut berbangga saat teman-temanku yang lain untuk menanak nasi saja mereka tidak bisa. :P. meskipun rutinitas terlambat makan sudah menjadi tradisi bagi mahasiswa, karena masaknya pun tak teratur. dan maag adalah penyakit yang setiap kapan bisa menyerang tanpa ampun.

Memang, sejak dulu aku suka membantu ibu didapur, terserah apapun yang kubisa kulakukan. Sambil membantu, aku biasa bercanda. Pun dengan ibu, diajak ngomong nyambung. Diajak becanda kena. Asyik deh pokoknya :). Bila tak bisa, aku bertanya. Kalau lalu minder dan malu bertanya kapan bisanya?

Waktu terus berjalan. Umur terus berkurang. Tuntutan selalu bertambah. Bahkan kata Hasan al banna “Alwajibaat aktsaru minal Auqaat” kewajiban lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Nah, kebiasaanku ketika pulang kampung sehari atau dua hari aku tidak jauh-jauh dari rumah. aku ingin memanfaatkan waktu untuk bersama orang tua. Belajar banyak hal. Dari ayah misalnya, aku belajar bahwa cinta adalah tanggung jawab. Sedang ibu mengajarkan bahwa cinta adalah kasih sayang. :-) aku tak ingin momen-momen indah itu lewat begitu saja.

 

Cairo city, tempat aku menginjakkan kaki saat ini, memberi semangat tambahan untuk membahagiakan mereka. Kehidupannya yang cepat dan cuaca yang extrim memberikan tantangan tambahan. Sebagai mana namanya “Qahirah” (Penakluk) orang-orang yang menginjakkan kaki disini harus mempunyai mental penakluk. “Fa illam tuqahhirhu qahharatka”. Jika kamu tidak menaklukkannya, maka kamu yang akan ditaklukkan.

Kulit pecah-pecah, telapak kaki belah-belah, bibir berdarah-darah. Suhu dingin nan menusuk-nusuk tulang. Flu yang menyerang ditambah alergi gatal-gatal karena dingin. semuanya hanya setetes ujian jika dibandingkan dengan lautan nikmat sebagai perantau.

Begitulah warna warni kehidupan perantau. Tantangan, duka-suka. Sedih-bahagia, bagai sisi mata uang yang bergantian menyapa setiap hari. Tapi, apapun dan bagaimanapun semua harus ditelan, dijadikan obat yang menyehatkan dijadikan pelajaran untuk kebaikan kedepan. Sebagai bekal kebahagiaan hingga surga yang abadi. :D


Dalam suka hitunglah kesyukuranmu
Dalam senang awasi kealfaanmu






Read More..